PENDIDIKAN MULTI BUDAYA



Keadilan merupakan suatu hal yang abstrak, bagaimana mewujudkan suatu keadilan jika tidak mengetahui apa arti keadilan.
Keadilan menurut Aristoteles (filsuf yang termasyur) dalam tulisannya Retorica membedakan keadilan dalam dua macam :
  • Keadilan distributif atau justitia distributiva; Keadilan distributif adalah suatu keadilan yang memberikan kepada setiap orang didasarkan atas jasa-jasanya atau pembagian menurut haknya masing-masing. Keadilan distributif berperan dalam hubungan antara masyarakat dengan perorangan.
  • Keadilan kumulatif atau justitia cummulativa; Keadilan kumulatif adalah suatu keadilan yang diterima oleh masing-masing anggota tanpa mempedulikan jasa masing-masing. Keadilan ini didasarkan pada transaksi (sunallagamata) baik yang sukarela atau tidak. Keadilan ini terjadi pada lapangan hukum perdata, misalnya dalam perjanjian tukar-menukar.
Keadilan menurut Thomas Aquinas (filsuf hukum alam), membedakan keadilan dalam dua kelompok :
  • Keadilan umum (justitia generalis); Keadilan umum adalah keadilan menururt kehendak undang-undang, yang harus ditunaikan demi kepentingan umum.
  • Keadilan khusus; Keadilan khusus adalah keadilan atas dasar kesamaan atau proporsionalitas. Keadilan ini debedakan menjadi tiga kelompok yaitu :

1.     Keadilan distributif (justitia distributiva) adalah keadilan yang secara proporsional yang diterapkan dalam lapangan hukum publik secara umum.
2.     Keadilan komutatif (justitia cummulativa) adalah keadilan dengan mempersamakan antara prestasi dengan kontraprestasi.
3.     Keadilan vindikativ (justitia vindicativa) adalah keadilan dalam hal menjatuhkan hukuman atau ganti kerugian dalam tindak pidana. Seseorang dianggap adil apabila ia dipidana badan atau denda sesuai dengan besarnya hukuman yang telah ditentukan atas tindak pidana yang dilakukannya.
Di masa Yunani Kuno, yang menggunakan demokrasi sebagai sistem pemerintahannya, para filsuf pun masih berdebat tentang hakekat demokrasi, serta cara-cara penerapannya. Cukup untuk diketahui, bahwa Plato dan Aristoteles, dua filsuf yang paling berpengaruh di masa Yunani Kuno, tidak setuju menerapkan demokrasi sebagai sistem pemerintahan. Bagi Plato, pemimpin dari sebuah masyarakat haruslah seorang filsuf raja, yakni pimpinan yang hidup untuk mencari apa “yang baik”, dan menerapkannya di dalam pola pemerintahannya. Lepas dari perdebatan ini, sekarang ini, di seluruh dunia, demokrasi sudah menjadi semacam paradigma politik, yakni suatu pandangan yang diakui bersama sebagai pandangan yang dominan.[3] Mengapa ini bisa terjadi? Menurut Harrison, ini terjadi, karena demokrasi memiliki nilai-nilai dasar yang memiliki aspek universal, dalam arti diakui oleh cukup banyak orang sebagai nilai-nilai yang baik.[4] Pada bagian ini, dengan berpijak pada pemikiran Harrison, saya akan mencoba menjabarkan nilai-nilai dasar yang menopang paham maupun sistem politik demokratis.

Nilai pertama sebagaimana dinyatakan oleh Harrison adalah nilai pengetahuan. Semua kebijakan di dalam masyarakat demokratis haruslah berpijak pada pengetahuan yang bisa dipertanggungjawabkan, dan diterapkan juga dengan pengetahuan yang menyeluruh tentang konteks yang ada. Artinya, tidak hanya data yang cocok dengan realitas, tetapi penerapan kebijakan-kebijakan publik di dalam masyarakat demokratis harus juga dengan cara-cara yang tepat. Untuk itu, pengetahuan yang bisa dipertanggungjawabkan amatlah dibutuhkan. Dapat juga dikatakan, menurut saya, bahwa masyarakat demokratis adalah masyarakat pengetahuan. Demokrasi tidak dapat berfungsi, jika pengetahuan tidak dikembangkan melalui penelitian-penelitian yang bermutu. Di sisi lain, pengetahuan juga harus selalu mempertimbangkan nilai kedua dari demokrasi, yakni nilai otonomi.

Kesetaraan berasal dari kata setara atau sederajat. Jadi, kesetaraan juga dapat disebut kesederajatan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), sederajat artinya sama tingkatan (kedudukan, pangkat). Dengan demikian, kesetaraan atau kesederajatan menunjukkan adanya tingkatan yan sama, kedudukan yang sama, tidak lebih tinggi atau tidak lebih rendah antara satu sama lain.


setaraan manusia bermakna bahwa manusia sebagai mahkluk Tuhan memiliki tingkat atau kedudukan yang sama. Tingkatan atau kedudukan yang sama itu bersumber dari pandangan bahwa semua manusia tanpa dibedakan adalah diciptakan dengan kedudukan yang sama, yaitu sebagai makhluk mulia dan tinggi derajatnya dibanding makhluk lain. Dihadapan Tuhan, semua manusia adalah sama derajat, kedudukan, atau tingkatannya. Yang membedakan nantinya adalah tingkat ketakwaan manusia tersebut terhadap Tuhan.
Persamaan atau tingkatan manusia ini berimplikasi pada adanya pengakuan akan kesetaraan atau kesederajatan manusia. Jadi, kesetaraan atau kesederajatan tidak sekedar bermakna adanya persamaan kedudukan manusia. Kesederajatan adalah suatu sikap mengakui adanya persamaan derajat, persamaan hak, dan persamaan kewajiban sebagai sesama manusia. Implikasi selanjutnya adalah perlunya jaminan akan hak-hak itu agar setiap manusia bisa merealisasikan serta perlunya merumuskan sejumlah kewajiban-kewajiban agar semua bisa melaksanakan agar tercipta tertib kehidupan.
Berkaitan dengan dua konsep di atas, maka dalam keragaman diperlukan adanya kesetaraan atau kesederajatan. Artinya, meskipun individu maupun masyarakat adalah beragam dan berbeda-beda, tetapi mereka memiliki dan diakui akan kedudukan, hak-hak, dan kewajiban yang sama sebagai sesama baik dalam kehidupan pribadi maupun kemasyarakatan. Terlebih lagi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, jaminan atau kedudukan, hak, dan kewajiban yang sama dari berbagai ragam masyarakat di dalamnya amat diperlukan.

Telah disebutkan di muka, bahwa manusia adalah puncak ciptaan, merupakan mahluk yang tertinggi dan adalah wakil dari Tuhan di bumi. Sesuatu yang membuat manusia yang menjadi manusia bukan hanya beberapa sifat atau kegiatan yang ada padanya, melainkan suatu keseluruhan susunan sebagai sifat-sifat dan kegiatan-kegiatan yang khusus dimiliki manusia saja yaitu Fitrah. Fitrah membuat manusia berkeinginan suci dan secara kodrati cenderung kepada kebenaran (Hanief).
"Dlamier" atau hati nurani adalah pemancar keinginan pada kebaikan, kesucian dan kebenaran. Tujuan hidup manusia ialah kebenaran yang mutlak atau kebenaran yang terakhir, yaitu Tuhan Yang Maha Esa. Fitrah merupakan bentuk keseluruhan tentang diri manusia yang secara asasi dan prinsipil membedakannya dari mahluk-mahluk yang lain. Dengan memenuhi hati nurani, seseorang berada dalam fitrahnya dan menjadi manusia sejati.
Kehidupan dinyatakan dalam kerja atau amal perbuatanya. Nilai- nilai tidak dapat dikatakan hidup dan berarti sebelum menyatakan diri dalam kegiatan-kegiatan amaliah yang kongkrit. Nilai hidup manusia tergantung kepada nilai kerjanya. Di dalam dan melalui amal perbuatan yang berperikemanusiaan (fitrah sesuai dengan tuntutan hati nurani) manusia mengecap kebahagiaan, dan sebaliknya di dalam dan melalui amal perbuatan yang tidak berperikemanusiaan (jihad) ia menderita kepedihan. Hidup yang pernuh dan berarti ialah yang dijalani dengan sungguh-sungguh dan sempurna, yang didalamnya manusia dapat mewujudkan dirinya dengan mengembangkan kecakapan-kecakapan dan memenuhi keperluan-keperluannya. Manusia yang hidup berarti dan berharga ialah dia yang merasakan kebahagiaan dan kenikmatan dalam kegiatan-kegiatan yang membawa perubahan kearah kemajuan-kemajuan baik yang mengenai alam maupun masyarakat yaitu hidup berjuang dalam arti yang seluas-luasnya. Dia diliputi oleh semangatmencari kebaikan, keindahan dan kebenaran. Dia menyerap segala sesuatu yang baru dan berharga sesuai dengan perkembangan kemanusiaan dan menyatakan dalam hidup berperadaban dan berkebudayaan. Dia adalah aktif, kreatif dan kaya akan kebijaksanaan (widom, hikmah).
Dia berpengalaman luas, berpikir bebas, berpandangan lapang dan terbuka, bersedia mengikuti kebenaran dari manapun datangnya. Dia adalah manusia toleran dalam arti kata yang benar, penahan amarah dan pemaaf. Keutamaan itu merupakan kekayaan manusia yang menjadi milik daripada pribadi-pribadi yang senantiasa berkembang dan selamanya tumbuh kearah yang lebih baik.
Seorang manusia sejati (insan kamil) ialah yang kegiatan mental dan phisiknya merupakan suatu keseluruhan. Kerja jasmani dan kerja rohani bukanlah dua kenyataan yang terpisah. Malahan dia tidak mengenal perbedaan antara kerja dan kesenangan, kerja baginya adalah kesenggangan dan kesenangan ada dalam dan melalui kerja. Dia berkepribadian, merdeka, memiliki dirinya sendiri, menyatakan ke luar corak perorangannya dan mengembangkan kepribadian dan wataknya secara harmonis. Dia tidak mengenal perbedaan antara kehidupan individu dan kehidupan komunal, tidak membedakan antara perorangan dan sebagai anggota masyarakat, hak dan kewajiban serta kegiatan-kegiatan untuk dirinya adalah juga sekaligus untuk sesama ummat manusia.
Baginya tidak ada pembagian dua (dichotomy) antara kegiatan-kegiatan rokhani dan jasmani, pribadi dan masyarakat, agama dan politik maupun dunia akherat. Kesemuanya dimanifestasikan dalam suatu kesatuan kerja yang tunggal pancaran niatnya, yaitu mencari kebaikan, keindahan dan kebenaran. Dia seorang yang ikhlas, artinya seluruh amal perbuatannya benar-benar berasal dari dirinya sendiri dan merupakan pancaran langsung dari pada kecenderungannya yang suci yang murni. Suatu pekerjaan dilakukan karena keyakinan akan nilai pekerjaan itu sendiri bagi kebaikan dan kebenaran, bukan karena hendak memperoleh tujuan lain yang nilainya lebih rendah (pamrih). Kerja yang ikhlas mengangkat nilai kemanusiaan pelakunya dan memberikannya kebahagiaan. Hal itu akan menghilangkan sebab-sebab suatu jenis pekerjaan ditinggalkan dan kerja amal akan menjadi kegiatan kemanusiaan yang paling berharga. Keikhlasan adalah kunci kebahagiaan hidup manusia, tidak ada kebahagiaan sejati tanpa keikhlasan dan keikhlasan selalu menimbulkan kebahagiaan.
Hidup fitrah ialah bekerja secara ikhlas yang memancarkan dari hati nurani yang hanief atau suci
.

Pengertian karir

Menurut Gibson dkk. (1995: 305)
karir adalah rangkaian
sikap dan perilaku yang berkaitan dengan pengalaman dan
aktivitas kerja selama rentang waktu kehidupan seseorang dan
rangkaian aktivitas kerja yang terus berkelanjutan. Dengan
demikian karir seorang individu melibatkan rangkaian pilihan
dari berbagai macam kesempatan
. Jika ditinjau dari sudut
pandang organisasi, karir melibatkan proses dimana organisasi
memperbaharui dirinya sendiri untuk menuju efektivitas karir
yang merupakan batas dimana rangkaian dari sikap karir dan
perilaku dapat memuaskan seorang individu


Greenhaus (1987: 5) yang dikutip oleh Irianto (2001:93)
terdapat dua pendekatan untuk memahami makna karir, yaitu:pendekatan pertama memandang karir sebagai pemilikan
(aproperty)
dan/atau darioccupation
atau organisasi. Pendekatan ini
memandang bahwa karir sebagai jalur mobilitas di dalam
organisasi yang tunggal seperti jalur karir di dalam fungsi
marketing, yaitu menjadi
sales representative,
manajer produk,
manajer marketing distrik, manajer marketing regional, dan wakil
presiden divisional marke
ting dengan berbagai macam tugas dan
fungsi pada setiap jabatan.


Pendekatan kedua memandang karir sebagai suatu properti
atau kualitas individual dan bukan
occupation
atau organisasi.
Pendekatan ini memandang bahwa karir merupakan perubahan-perubahan nilai
, sikap, dan motivasi yang terjadi pada setiap
individu/pegawai
Berdasarkan kedua pendekatan tersebut definisi karir adalah
sebagai pola pengalaman berdasarkan pekerjaan
(work relatedexperiences)
yang merentang sepanjang perjalanan pekerjaan yang
dialami oleh setiap
individu/pegawai dan secara luas dapat dirinci
ke dalam
obyective events.
Salah
satu contoh untuk menjelaskannya
melalui serangkaian posisi
jabatan/pekerjaan, tugas atau kegiatan
pekerj
aan, dan keputusan yang berkaitan
dengan pekerjaan
(work related decisions)



Comments

Popular posts from this blog

MAKALAH. UNSUR, SENYAWA, DAN CAMPURAN

artikel penjelasan rumus PERBANDINGAN matematika smp

Modul Materi Makalah Artikel Ringkasan tentang himpunan Matematika SMP