KEMERDEKAAN INDONESIA RAYA DALAM CENGKERAMAN GELOMBANG LIBERALISME II



INDONESIA RAYA diproklamasikan 17 Agustus 1945 atau 8 Ramadhan 1364H setelah Indonesia dilanda Gelombang Globalisasi I (dasawarsa 1860-an) berkat perkembangan yang sangat pesat dalam komunikasi antar benua dan antar negara berupa pos dan kawat, pembangunan jalan kereta api dan ditemukan serta diproduksinya kapal laut bertenaga uap yang mampu berlayar jauh lebih pesat dari kapal layar, serta dibangunnya Terusan Suez sehingga mempermudah dan mempercepat hubungan Timur - Barat.
Proklamasi Kemerdekaan itu juga mengisyaratkan tekad dan semangat untuk bebas dari belenggu penjajahan dan penindasan besar-besaran oleh Gelombang Liberalisme Internasional I di persada Nusantara semenjak 1870-an. Pada masa ini (lihat HINDIA BELANDA: Studi Tentang Ekonomi Majemuk oleh J.S.Furnivall, diterbitkan pertama kali th.1939) pengusaha-pengusaha asing khususnya Belanda dan Inggris, mulai mengeksploitasi sumber daya alam dengan membuka perkebunan-perkebunan, tambang batubara dan minyak.
Produksi pertanian dan pertambangan tumbuh dengan pesat dan diekspor sebagai bahan mentah.

Dengan sertamerta kekayaan dan jumlah orang Eropa dan China tumbuh cepat, sementara pribumi, meskipun jumlahnya juga bertambah, tetapi semakin miskin. Peningkatan produksi pangan jauh di bawah peningkatan penduduk. Pertumbuhan rakyat memakan habis produksi. Mereka punya makanan lebih sedikit per kapita dari tanah milik mereka. Pada saat yang sama, rakyat juga memperoleh sewa dan upah yang jauh di bawah pemilik perkebunan/perusahaan. Rakyat pribumi bukan hanya memperoleh upah lebih rendah, tapi pekerjaannya juga lebih sedikit karena berbagai hal misalkan pupuk kandang diganti pupuk impor, keranjang anyaman rumah diganti karung goni impor, kereta hewan diganti dengan rel kereta ringan, menyebabkan rakyat hanya memiliki kesempatan kecil untuk memperoleh penghasilan. Mereka bukan hanya terjatuh ke dalam jurang kemiskinan, tapi juga pengangguran. Rakyat semakin terdesak ke dalam batas-batas ekonomi yang menyempit. Kehidupan sosial mereka hancur tanpa mendapatkan bagian dalam tata sosial yang lebih komprehensif.

Menjelang akhir abad ke-20, dunia kembali dilanda Gelombang Globalisasi II, yang jauh lebih dahsyat dibanding Gelombang Globalisasi I. Kemajuan teknologi informasi, membuat dunia dapat menjadi tanpa batas dalam sekejab. Bersamaan dengan itu INDONESIA RAYA memasuki era Reformasi. Undang -Undang Dasar 1945 yang merupakan roh kemerdekaan diobrak-abrik. Berbagai undang-undang turunannya dibuat untuk mengundang Gelombang Liberalisme II (Neolib), tanah air dalam arti yang sesungguh-sungguhnya dibuka sebebas-bebasnya untuk dikuras oleh perusahaan-perusahaan raksasa dunia. Hasil sumber daya alam dan pertanian yang melimpah ruah seperti di abad 19, masih saja diekspor sebagai bahan mentah. Komoditi-komoditi harian bahkan seperti garam dan bibit padi, diimpor besar-besaran menggulung potensi produksi rakyat. Pranata-pranata hukum, keuangan, sosial budaya termasuk pendidikan dibuat untuk memudahkan operasional mereka. Otak bangsa kita dicuci dengan perilaku materialisme dan hedonisme. Jiwa raga rakyat di rusak dengan banjir narkoba dan perilaku korup. Agama dan kesalehan sosial dikembangkan hanya sekedar menjadi kesalehan formal. Roh kepemimpinan elite nasional digiring menjadi tontonan dan bukan tuntunan. Komprador-komprador dibina untuk membela kepentingan Neolib.

Inilah kenyataan, Gelombang Globalisasi II dan Gelombang Liberalisme II, sebagaimana Gelombang I, telah mempertajam bahkan lebih tajam, ekonomi majemuk di Indonesia. Kesenjangan sosial makin menganga. Secara kasat mata saja dapat dilihat, orang-orang Barat berkelompok di apartemen-apartemen mewah, saudara-saudara kita keturunan Asia di kluster atau town-house super mewah tertentu dan biasanya memilih geopolitik strategis daerah pantai, sementara rakyat di area-area kumuh atau perumahan SSS, Sangat Sempit Sekali sehinga Susah Sekali Sanggama. Tiap hari kita membaca dan menyaksikan tayangan berita penderitaan rakyat yang tiada henti.
Inikah makna kemerdekaan? Telah cukup puaskah kita dengan setiap tahun sekedar lomba lari karung, makan krupuk yang digantung, panjat pinang dan aneka karnaval anak-anak? Sementara gunung kita terus digempur, lautan diaduk, air tanah disedot, hutan dibabat, limbah dialirkan ke pemukiman rakyat, lingkungan hidup rusak parah, bagi sebesar-besarnya: keuntungan kekuatan modal dan para kompradornya.

Tidakkah kita melihat kenyataan ini? Ataukah mata kita telah dibutakan? Telinga kita ditulikan? Mulut kita dibisukan? Inikah makna kemerdekaan? Inikah makna kemerdekaan? Naudzubillah.

Comments

Popular posts from this blog

MAKALAH. UNSUR, SENYAWA, DAN CAMPURAN

artikel penjelasan rumus PERBANDINGAN matematika smp

Modul Materi Makalah Artikel Ringkasan tentang himpunan Matematika SMP